LAPORAN INTERVIEW HOME INDUSTRI PRODUK TEMPE

 

MATA PELAJARAN DASAR DASAR PAKAN

TAHUN PELAJARAN 2021/2022

 

PROJECT BASED LEARNING (PJBL)

LAPORAN INTERVIEW  HOME INDUSTRI PRODUK TEMPE

DI BOJONG DANAS;

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN (LIMBAH HOME INDUSTRI) MENJADI BAHAN BAKU PAKAN UNGGAS BERPROTEIN TINGGI

 

 

AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS

 

 





 



 

 

 

KELOMPOK

1.     EVI SARAH

2.     AULIA RAHMAWATI

3.     IRAWATI

4.     DINA AULIA HUSNA

5.     SISKA SARI

6.     RISMAYANTI

7.     PUTRI DEWI

 

 

PEMERINTAH JAWA BARAT

DINAS PENDIDIKAN

SMK NURUL HUDA PANUMBANGAN

2021


 

KATA PENGANTAR

 

 

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga” LAPORAN INTERVIEW PADA HOME INDUSTRI PRODUK TEMPE DI BOJONG DANAS; PEMANFAATAN HASIL IKUTAN (LIMBAH HOME INDUSTRI) MENJADI BAHAN BAKU PAKAN UNGGAS BERPROTEIN TINGGI” Dengan Model Pembelajaran Project Based Learning (Pjbl) untuk memnuhi tugas Mata Pelajaran Dasar Dasar Pakan di SMK Nurul Hudana Panumbangan dapat tersusun.

 

Dengan selesainya penyusunan laporan ini, tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada :

 

1.          Bapak Iwan Setiawan, S.Pd, M.Si. selaku Kepala SMK Nurul Huda Panumbangan.

2.          Bapak Dedi Kusmana, S.Pt. Selaku Guru mata pelajaran dasar dasar pakan ternak.

3.          Ibu Rena Santi, S.Pd. Selaku Wali Kelas X SMK Nurul Huda Panumbangan

4.          Bapak/Ibu Guru di Lingkup Program Keahlian AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS

5.          Seluruh Bapak/ Ibu Guru dan Staf Tata Usaha SMK Nurul Huda Panumbangan

6.          Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan Laporan ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

 

 

Kami tetah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun laporan Interview ini, tetapi kami juga yakin masih ada kekurangan, sehingga saran dari semua pihak sangat kami nantikan, dalam rangka penyempurnaan dalam penyusunan laporan ini.

 

Ciamis, 2 Nopember 2021

 

Penulis


 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A.     Latar Belakang

Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia, menjadikan sektor pertanian dan peternakan sebagai sumber penghidupan. Hampir semua sektor yang ada di Indonesia tidak lepas dari sektor pertanian dan peternakan. Sektor pertanian dan peternakan merupakan sektor utama dalam perekonomian bangsa Indonesia. Potensi alam yang dimiliki Indonesia menjadikan Negara Indonesia menjadi negara yang subur dengan beraneka ragam flora dan fauna yang dapat tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, perlu adanya pembangunan nasional yang bertumpu pada pembangunan pertanian dan peternakan.

Pembangunan merupakan proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan, dan bertahap menuju kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang ada harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Pembangunan Pertanian dan peternakan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional, karena visi dan misi pembangunan pertanian dan peternakan dirumuskan dalam kerangka dan mengacu pada visi dan misi pembangunan nasional, salah satunya adalah kebijaksanaan dalam pengembangan agribisnis (Sudaryanto dan Syafa’at, 2002). Kebijaksanaan pengembangan Agribisnis ditujukan dalam rangka menempatkan sektor pertanian dan peternakan dengan wawasan agribisnis sebagai poros penggerak perekonomian nasional. Sistem agribisnis adalah rangkaian berbagai subsistem, mulai dari subsistem penyediaan prasarana dan sarana produksi termasuk industri perbenihan/pembibitan yang tangguh, subsistem budidaya yang menghasilkan produksi pertanian dan peternakan, subsistem pengolahan atau agroindustri, subsistem pemasaran dan distribusi, serta subsistem jasa-jasa pendukungnya. Nilai tambah terbesar dari suatu rangkaian usaha-usaha pertanian tersebut, tercipta pada subsistem pengolahan atau agroindustri (Prakosa, 2002)

Pengolahan hasil pertanian merupakan komponen kedua dalam kegiatan agrobisnis setelah komponen produksi pertanian. Banyak pula dijumpai petani yang tidak melaksanakan pengolahan hasil yang disebabkan oleh berbagai sebab, padahal disadari bahwa kegiatan pengolahan ini dianggap penting karena dianggap dapat meningkatkan nilai tambah (Soekartawi,1991).

Pembuatan tempe kedelai merupakan salah satu usaha dalam peningkatan nilai tambah produk kedelai menjadi tempe kedelai. Tempe kedelai merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di Indonesia. Tempe dibuat dengan cara fermentasi atau peragian. Dalam proses fermentasi terlibat tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang diurai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan lingkungan tumbuh (suhu, pH, kelembaban). Pembuatannya merupakan industri rakyat sehingga hampir setiap orang dapat dikatakan mampu membuat tempe sendiri ( Hermana, 1998 ).

Bahan baku pembuatan tempe biasanya menggunakan kedelai. Kedelai merupakan bahan makanan penting sebagai sumber protein nabati. Penggunaan kedelai umumnya dimanfaatkan untuk konsumsi masyarakat dan masukan dalam usahatani tanaman kedelai. Kedelai yang dikonsumsi masyarakat sebagian besar dalam bentuk olahan dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi langsung (Kasryno et all, 1998).

 Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk maka permintaan akan kedelai semakin meningkat. Pada tahun 1998 konsumsi kedelai per kapita baru 9 kg/tahun, kini naik menjadi 10 kg/th. Dengan konsumsi perkapita rata-rata 10 kg/tahun maka dengan jumlah penduduk 220 juta dibutuhkan 2 juta ton lebih per tahun. Untuk itu diperlukan program khusus peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Produksi kedelai pernah mencapai 1,86 juta ton pada tahun 1992 (tertinggi) kemudian turun terus hingga kini 2007, hanya 0,6 juta ton. Sedangkan produktivitas rata-rata kedelai nasional masih rendah, tahun 2007 mencapai 13,07 ku/ha atau 1,3 ton/ha. (Departemen Pertanian, 2008)

Dari hasil pengolahan pembuatan tempe terutama untuk sekala home industry maupun industry besar tetentunya menghasilkan limbah sisa pengolahan baik berupa padat maupun cair, banyak sedikitnya limbah industry tempe ini tentunya tergantung dari kapasitas produksi pengolahan yang di jalankan. Dengan adanya limbah tentunya perlu antisipasi penananganan limbah tersebut.

Salah satu penangan yang paling efektif dan mempunyai nilai ekonomis adalah dengan dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak, baik dengan pengolahan terlebih dahulu dengan cara di fermentasi ataupun dengan pemberian langsung pada ternak, dengan pertimbangan nilai gizi yang bisa di manfaatkan sebagaai bahan baku pakan. Misalnya bisa untuk pembuatan pakan ternak ungags, domba dan sapi.

 

B.    Teknik Penentuan Responden

 

 

Metode penelitian diambil secara sengaja (purposive), yaitu cara pengambilan lokasi dengan mempertimbangkan alasan yang diketahui dari sifat daerah atau lokasi tersebut sesuai dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995).

 

Penelitian ini dilakukan di Bojong Danas wilayah Kecamatan Panumbanan Kabupaten Ciamis dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Ciamis memiliki unit usaha pembuatan tempe kedelai cukup banyak yang sudah diusahakan sejak lama.

 

C.         Identifikasi Masalah

1.     Seberapa besar nilai keuntungan usaha home industri produk tempe di bojong danas

2.     Sejauhmana Pemanfaatan dari limbah home industri produk tempe untuk bahan baku pakan ternak


 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

 

1.   Kedelai

 

Kedelai (Glysine max (L) Mer.) merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang mengandung protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral. Apabila cukup tersedia di dalam negeri akan mampu memperbaiki gizi masyarakat melalui konsumsi kedelai segar maupun melalui konsumsi kedelai olahan seperti tahu, tempe, tauco, kecap, susu dan lain sebagainya (Kertaatmaja, 2001).

 

Kedudukan      tanaman          kedelai dalam  sistemik           tumbuhan

 

(taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :

 

Kingdom   : Plantae

 

Divisi        : Spermatophyta

 

Sub-divisi : Angiospermae

 

Kelas         : Dicotyledonae

 

Ordo          : Polypotales

 

Famili       : Leguminosae (Papilionaceae)

 

Sub-famili : Papilionoideae

 

Genus        : Glycine

 

Spesies      :   Glycine max ( L) Merill. sinonim dengan G. Soya ( L.) Sieb

 

dan Zucc. atau Soya max atau S. hispida. (Rukmana, 1996).

 

Kedelai mempunyai kegunaan yang luas dalam tatanan kehidupan manusia. Penanaman kedelai dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena akar-akarnya dapat mengikat Nitrogen dari udara dengan bantuan bakteri Rhizobium sp, sehingga unsur nitrogen bagi tanaman tersedia dalam tanah. Limbah tanaman kedelai berupa brangkasan dapat dijadikan bahan pupuk organik penyubur tanah. Limbah dari bekas proses pengolahan kedelai, misalnya ampas tempe, ampas kecap dan lain-lain, dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan tambahan (konsentrat) pada pakan ternak (Rukmana, 1996).


Pengolahan kedelai dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu dengan fermentasi dan tanpa fermentasi. Pengolahan melalui fermentasi akan menghasilkan kecap, oncom, tauco dan tempe. Bentuk olahan tanpa melalui fermentasi adalah yuba, sere, susu kedelai, tahu, tauge dan tepung kedelai (Kasryno et all, 1998).

 

2. Tempe

 

Menurut Sarwono (2000) tempe kedelai mengandung protein sekitar 19,5 %. Selain itu, tempe kedelai juga mengandung lemak sekitar 4 %, karbohidrat 9,4 %, vitamin B12 antara 3,9-5 mg per 100 g tempe. Adanya kandungan vitamin B12 pada tempe, dipandang sebagai sesuatu yang unik. Vitamin B12 diduga berasal dari kapang yang tumbuh dalam tempe, tapi ada pula yang mengatakan berasal dari unsur lain. Menurut Curtis et all (1997) dalam Sarwono, vitamin B12 pada tempe diproduksi oleh sejenis bakteri yaitu Klabsiella pneumoniae. Bakteri itu sebetulnya merupakan mikroba kontaminasi. Vitamin B12 sangat berguna untuk membentuk sel-sel darah merah dalam tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya anemia (kurang darah) dan tempe juga banyak mengandung mineral dan fosfor.

 

Bahan baku utama membuat tempe adalah kacang kedelai jenis kuning. Daya tahan tempe minim sekali, yaitu paling lama hanya dua hari. Setelah itu membusuk. Namun, tempe yang membusuk masih dapat diolah menjadi sayuran atau campuran bumbu sayuran. Karena bahan baku tempe adalah kacang kedelai maka tempe mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Tempe yang baik ialah yang tidak banyak campuran-campurannya, misalkan ampas kedelai, onggok, dan sebagainya. Selain itu, tempe yang baik dibuat dari kacang kedelai yang tidak busuk dan tidak banyak batu-batu kecilnya, dan dipilah biji kedelai yang tua serta berkilat dan agak berminyak (Soedjono, 1995).

 

 

 

 

 

Komposisi tempe yang baik adalah sebagai berikut :

 

a.   Kadar air                           : ± 66 %

b.   Kadar protein                    : ± 20 %

c.

Abu

: ±0,9 %

d.

Karbohidrat

:±3,9%

e.

Lemak

:±9,7%

f.

Warna

: putih keabu-abuan

g.

Bau dan rasa

: normal

h.

Bahan tambahan

: bahan pengikat ± 1 % zat warna negatif

 

(Soedjono, 1995).

 

Tempe mamiliki khasiat terhadap kelangsungan kesehatan tubuh yaitu :

 

a.     Tempe memiliki karakteristik sebagai makanan bayi yang baik. Selain pertumbuhan fisik, tempe juga berkhasiat menghindari diare akibat bakteri enteropatogenik.

 

b.     Tempe mangandung antibiotik alami yang dapat melindungi usus dan memperbaiki sistem pencernaan yang menyebabkan diare pada anak balita.

 

c.     Tempe dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan dapat membuat awet muda karena mengandung senyawa zat isoflavin yang mempunyai daya proteksi terhadap sel hati dan mencegah penyakit jantung.

 

d.     Tempe dapat melangsingkan tubuh karena dapat menghindari terjadinya penimbunan lemak dalam rongga perut, ginjal, dan dibawah kulit perut.

e.     Tempe merupakan hasil Fermentasi kapang dan mikroorganisme lain yang tidak bersifat patogen terhadap keselamatan manusia. (Sarwono, 2000).

 

3. Industri Rumah Tangga

Manfaat industri kecil antara lain menciptakan peluang berusaha yang luas dengan pembiayaan yang relatif murah, turut mengambil peranan dalam peningkatan dan mobilisasi tabungan domestik, industri kecil mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri besar dan sedang karena industri kecil menghasilkan yang relatif murah dan sederhana (Saleh, 1986).

Kegiatan industri kecil lebih-lebih rumah tangga yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia memiliki kaitan yang dekat dengan mata pencaharian pertanian di daerah pedesaan serta tersebar diseluruh tanah air. Kegiatan ini umumnya merupakan pekerjaan sekunder para petani dan penduduk desa yang memiliki arti sebagai sumber penghasilan tambahan dan musiman (Rahardjo, 1986).

 

Secara umum perusahaan dalam skala kecil baik usaha perseorangan maupun persekutuan memliki daya tarik dan kelebihan antara lain :

 

a.     Pemilik merangkap manajer perusahaan dan merangkap semua fungsi manajerial, seperti marketing, finance dan administrasi.

b.     Resiko usaha menjadi beban pemilik

 

c.     Pertumbuhannya lambat, tidak teratur, tetapi kadang-kadang terlalu cepat dan bahkan prematur.

 

d.     Bebas menentukan harga produksi atas barang dan jasa.

 

e.     Pemiliknya menerima seluruh laba.

 

f.      Umumnya mampu untuk survive.

 

(Tohar, 2000).

 

Industri tempe adalah suatu kegiatan atau unit usaha yang mengolah kedelai menjadi tempe. Industri pembuatan tempe biasanya masih tergolong industri rumah tangga yang mempekerjakan 1-4 orang. Menurut Rahardjo (1986) dilihat dari segi jumlah satuan-satuan perusahaan, industri dibagi menjadi :

 

a.     Industri rumah tangga mempunyai 1-4 orang tenaga kerja.

 

b.    Industri kecil mempunyai 5-19 orang tenaga kerja.

 

c.     Industri sedang mempunyai 20-99 orang tenaga kerja.

 

d.    Industri besar mempunyai lebih dari 100 orang tenaga kerja.

 

4. Analisis Usaha

 

Menurut Hernanto (1993) analisis usaha yang dimaksud untuk mengetahui kekuatan pengelola secara menyeluruh sebagai jaminan atau agunan bank serta usahanya. Informasi ini penting bagi pengelola dalam kedudukannya terkait dengan kredit, pajak-pajak usaha dan pajak kekayaan. Tiga unsur utama yang berkaitan dengan analisis usaha secara keseluruhan merupakan analisis keuangan tentang arus biaya dan penerimaan (cash flow), neraca (balance sheet) dan pertelaan pendapatan (income statement).

 

5. Biaya

 

Biaya adalah nilai dari semua masukan ekonomik yang diperlukan yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Analisis biaya terdiri dari tiga konsep yang berbeda. Pertama, konsep biaya alat luar, yaitu biaya total luar secara nyata. Kedua, konsep biaya mengusahakan, yaitu biaya alat luar dan tenaga keluarga. Konsep terakhir yaitu konsep biaya menghasilkan, yaitu biaya mengusahakan ditambah biaya modal sendiri ( Prasetya, 1995).

 

Biaya adalah sejumlah nilai uang yang dikeluarkan oleh produsen atau produsen untuk mengongkosi kegiatan produksi. Dalam proses produksi, faktor-faktor produksi dikombinasikan, diproses dan kemudian menghasilkan suatu hasil akhir yang biasanya disebut produk (Supardi, 1995).

 

Biaya produksi dimaksudkan sebagai jumlah kompensasi yang diterima oleh pemilik unsur-unsur produksi yang digunakan dalam proses produksi yang bersangkutan (Suprapto, 1995). Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap dalam arti bahwa produksinya nol, kecil atau besar biayanya tidak berubah. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung volume produksi (Soetrisno, 1983).

 

Menurut Hernanto (1993) ada empat kategori atau pengelompokan biaya, yaitu :

 

a.    Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu kali masa produksi.

 

b.   Biaya variabel atau berubah-ubah (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya sangat tergantung kepada biaya skala produksi

c.  Biaya  tunai   dari   biaya   tetap  dapat   berupa                 air      dan   pajak   tanah.

 

Sedangkan untuk biaya variabel untuk biaya tenaga kerja luar.

 

d.  Biaya tidak tunai (diperhitungkan) meliputi biaya tetap dan biaya tenaga keluarga.

 

Selain itu, terdapat pula biaya langsung dan biaya tidak langsung. Yang dimaksud dengan biaya langsung adalah biaya yang langsung digunakan dalam proses produksi (actual costs), sedangkan biaya tidak langsung (imputet costs) adalah biaya penyusutan dan lain sebagainnya.

 

6. Penerimaan

 

Penerimaan merupakan manfaat yang dapat dinyatakan dengan uang atau dalam bentuk uang yang diterima oleh suatu proyek atau suatu usaha (Soetrisno, 1983).

 

Penerimaan adalah sejumlah nilai yang diterima oleh produsen atau produsen (barang, jasa, dan faktor pruduksi) dari penjualan output ( Supardi, 1995 ).

Menurut  Soekartawi  (1995),  penerimaan  adalah  perkalian  antara produksi yang diperoleh dengan         harga   jual      dan      biasanya            produksi berhubungan  negatif  dengan  harga, artinya  harga  akan  turun  Ketika produksi berlebihan. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

 

 

 

TR = Q x P

 

dimana :

 

 

Q              = Quantity

 

P               = Price

 

Penerimaan (revenue) adalah jumlah pembayaran yang diterima perusahaan dari penjualan barang atau jasa. Revenue dihitung dengan mangalikan kuantitas barang yang terjual dengan harga satuannya. Pada awal operasi, umumnya sarana produksi tidak dipacu untuk berproduksi penuh, tetapi naik perlahan-lahan sampai segala sesuatunya siap untuk mencapai kapasitas penuh. Oleh karena itu, perencanaan jumlah revenue harus disesuaikan dengan pola ini (Soeharto, 1999).

 

7.   Keuntungan

 

Keuntungan atau laba pengusaha adalah penghasilan bersih yang diterima oleh pengusaha, kemudian dikurangi dengan biaya produksi. Atau dengan kata lain, laba pengusaha adalah beda antara penghasilan kotor dan biaya-biaya produksi (Tohir, 1983).

 

Pendapatan bersih (net return) merupakan bagian dari pendapatan kotor yang dianggap sebagai bunga seluruh modal yang dipergunakan di dalam usaha tani. Pendapatan bersih dapat diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya mengusahakan (Hadisapoetra, 1973).

 

8. Profitabilitas

 

Analisis laba atau profitabilitas analisis bermaksud untuk mengetahui besarnya perubahan biaya terhadap laba apabila terdapat fak-tor-faktor seperti biaya produksi, volume dan biaya penjualan (Soeharto, 1999).

 

Modal yang diperhitungkan untuk menghitung profitabilitas adalah modal yang digunakan dalam perusahaan operating capital/asset. Dengan demikian maka modal yang ditanamkan dalam perusahaan lain atau modal yang ditanamkan dalam efek (kecuali perusahaan kredit) tidak diperhitungkan dalam menghitung profitabilitas. Demikian juga dengan keuntungan yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas hanyalah keuntungan yang berasal dari operasinya perusahaan yang disebut keuntungan usaha atau net operating income. Bagi perusahaan pada umumnya masalah profitabilitas lebih penting daripada masalah keuntungan, karena keuntungan yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisien. Dengan demikian yang harus diperhatikan oleh perusahaan tidak hanya bagaimana memperbesar keuntungan tetapi yang lebih penting adalah usaha untuk mempertinggi profitabilitasnya. Besar kecilnya profitabilitas ditentukan oleh 2 faktor, yaitu hasil penjualan dan keuntungan usaha. Besar kecilnya keuntungan tergantung pada pendapatan yang merupakan selisih dari penjualan dikurangi dengan biaya usaha (Riyanto,1997).

 

Cara untuk mengukur profitabilitas suatu perusahaan bermacam-macam, tergantung pada keuntungan dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan lainnya. Ada keuntungan yang berasal dari operasi atau keuntungan netto sesudah pajak dengan aktiva operasi, atau keuntungan netto sesudah pajak diperbandingkan dengan keseluruhan aktiva”tangible” dan dapat juga dengan memperbandingkan antara keuntungan netto sesudah pajak dengan jumlah modal sendiri ( Riyanto, 1997).

 

Usaha pembuatan tempe kedelai merupakan industri skala rumah tangga. Oleh karena itu perhitungan tingkat profitabilitasnya dengan membandingkan antara keuntungan yang diperoleh dengan biaya total yang telah dikeluarkan dan dinyatakan dalam persen. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

 

Profitabilitas = TCp           x 100%

 

keterangan :

 

π               = Keuntungan

 

TC      = Biaya total

 

9. Resiko

 

Resiko berkaitan erat dengan profitabilitas (kemungkinan) terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan bila investor menanamkan modal untuk mendirikan usaha, tujuannya untuk memperoleh keuntungan, tetapi pada waktu yang sama juga memahami resiko dari yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan rendahnya keuntungan atau bahkan rugi, dikatakan makin besar resiko usaha tersebut (Soeharto, 1999).

 

Menurut Alwi (1994), ahli-ahli statistik mendefinisikan lebih jelas tentang pengertian ketidakpastian sebagai berikut :

 

a.     Resiko itu ada jika pembuat keputusan atau perencanaan proyek mampu mengestimasi kemungkinan-kemungkinan (probabilities) yang berhubungan dengan variasi hasil yang diterima selama periode investasi sehingga dapat disusun distribusi probabilitasnya.

 

b.     Ketidakpastian ada jika pembuat keputusan tidak memiliki data yang bisa dikembangkan untuk menyusun distribusi probabilitas sehingga harus membuat dugaan-dugaan untuk menyusunnya.Resiko yaitu kerugian yang diderita dengan memproduksi (dan menjual) satu macam produk yang dapat ditutup dari kemungkinan mendapatkan pendapatan atau keuntungan dari produk lainnya yang dihasilkan.

 

10. Efisiensi

 

Efisiensi usaha dapat dihitung dari perbandingan antara besarnya penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk berproduksi, yaitu dengan menggunakan R/C rasio atau Return Cost Ratio ( Soekartawi,1995).

 

Dalam perhitungan analisis, sebaiknya R/C dibagi dua, yaitu R/C yang menggunakan biaya yang secara riil dikeluarkan pengusaha dan R/C yang menghitung semua biaya, baik biaya yang riil dikeluarkan maupun biaya yang tidak riil dikeluarkan ( Soekartawi, 1995).

 

R/C adalah singkatan Return Cost Ratio atau dikenal dengan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara metemattis sebagai berikut:

 

a = CR

 

keterangan :

 

R               = Revenue

 

C               = Cost

 

(Soekartawi, 1995).

 

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

 

Seorang produsen akan selalu berpikir bagaimana untuk mengalokasikan sumber daya yang ada secara efisien untuk menekan biaya yang dikeluarkan. Untuk itu diperlukan analisis usaha agar produsen dapat membuat keputusan yang tepat mengenai usahanya. Salah satu analisis usaha yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan keuntungan. Keuntungan atau laba pengusaha adalah penghasilan bersih yang diterima oleh pengusaha, kemudian dikurangi dengan biaya produksi. Biaya dalam usaha pembuatan tempe kedelai meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak tergantung dengan besarnya produksi. Biaya tetap dalam usaha pembuatan tempe kedelai adalah biaya penyusutan peralatan, biaya bunga modal investasi dan biaya sewa tempat produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan tergantung dengan besarnya produksi. Biaya variabel yang digunakan dalam pembuatan tempe kedelai adalah biaya bahan baku, biaya ragi, biaya produksi, biaya pengemasan, biaya tenaga kerja dan biaya pemasaran. Biaya total (TC) merupakan penjumlahan antara total biaya tetap (TFC) dan total biaya variabel (TVC).

 Biaya total ini digunakan  untuk  membeli  input  oleh  produsen  guna  kelangsungan  usaha pembuatan tempe kedelai. Secara matematis biaya  total  dapat  dirumuskan sebagai berikut :

 

TC = TFC + TVC

 

Keterangan:

 

TC      = Biaya total (Rupiah)

 

TFC   = Total biaya tetap (Rupiah)

 

TVC   = Total biaya variabel (Rupiah)

 

Proses Produksi merupakan proses yang menghasilkan barang dariinput yang digunakan. Proses produksi dalam usaha pembuatan tempe kedelai adalah mengubah kedelai menjadi tempe kedelai. Proses produksi berpengaruh pada penerimaan yang            akan diterima oleh     perajin tempe. Penerimaan ini diperoleh dari hasil perkalian antara total produk (Q) dengan harga persatuan produk (P) tersebut. Secara metematis dapat ditulis rumus sebagai berikut :

 

TR=Q×P

 

Keterangan :

 

TR = Total penerimaan (Rupiah)

 

Q      = Total Produk (Bungkus)

 

P   = Harga produk/unit (Rupiah)

 

Setelah  penerimaan  diperoleh  maka  dapat  diketahui  besarnya  keuntungan. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

 

p                                =TR–TC

 

p                                = (Q x P) – (TFC + TVC) Keterangan :

 

p                                                      = Keuntungan usaha (Rupiah)

 

TR             = Penerimaan total (Rupiah)

 

TC             = Biaya total (Rupiah)

 

TFC          = Total biaya tetap (Rupiah)

 

TVC          = Total biaya variabel (Rupiah)

 

Q               = Jumlah produk (Bungkus)

 

P                = Harga produk/unit (Rupiah)

 

Untuk menghitung profitabilitas, yaitu dengan memperbandingkan antara keuntungan yang diperoleh dengan biaya total yang dikeluarkan yang dinyatakan dalam persen. Besarnya profitabilitas dapat dirumuskan sebagai berikut:

 

Profitabilitas = TCp x100%

 

Keterangan:

 

p        = Keuntungan TC = Biaya total

Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah : Profitabilitas > 0 berarti usaha pembuatan tempe kedelai yang diusahakan menguntungkan

 

Profitabilitas ≤ 0 berarti pembuatan tempe kedelai yang diusahakan tidak menguntungkan.

 

Untuk mengukur keuntungan yang diharapkan biasanya dipakai keuntungan rata-rata dari setiap periode produksi. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

n

S Ei

E = i=1n

 

Keterangan :

 

E = Keuntungan Rata-rata (Rupiah)

 

Ei = Keuntungan usaha pembuatan tempe kedelai yang diterima produsen (Rupiah)

n = Jumlah perajin tempe (orang)

 

Produsen dalam menjalankan usahanya untuk mencapai keuntungan, perlu mempertimbangkan beberapa resiko. Dalam usaha pembuatan tempe kedelai, menghadapi tiga resiko yaitu resiko masukan (bahan baku), resiko produk dan resiko pasar. Menurut Hernanto (1993) resiko yang harus ditanggung produsen dibagi menjadi dua macam yaitu resiko harga dan produksi. Secara statistik resiko dapat dihitung dengan menggunakan ukuran keragaman (variance) atau simpangan baku. Sehingga secara matematis dapat ditulis :

V2 = å (Ei - E)2

 

n -1

 

Keterangan :

 

V = Keragaman

 

Ei = Keuntungan ke i

 

E = Keuntungan rata-rata

 

n = Jumlah pengamatan

 

sedangkan simpangan baku merupakan akar dari ragam V = v2 .

 

Hubungan antara simpangan baku dengan keuntungan rata- rata diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien variasi merupakan perbandingan antara resiko yang harus ditanggung produsen dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dari sejumlah modal yang ditanamkan dalam produksi. Rumus koefisien variasi adalah :

CV= VE

 

Keterangan :

 

CV = Koefisien variasi

 

V     = Standar deviasi keuntungan (Rupiah) E = Keuntungan rata-rata (Rupiah)

 

Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukan bahwa resiko yang harus ditanggung oleh produsen semakin besar dibandingkan dengan keuntungan. Batas bawah keuntungan (L) menunjukan nilai nominal yang terendah yang mungkin diterima produsen. Rumus batas bawah keuntungan :

 

L = E – 2 v Keterangan :

L = Batas bawah keuntungan

 

E = Keuntungan rata-rata yang diperoleh v = Simpangan baku

 

Apabila nilai L ini sama dengan atau lebih besar nol maka produsen tidak akan mengalami kerugian, sebaliknya jika nilai L lebih kecil nol maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses produksi ada peluang kerugian yang akan diderita produsen.

 

Dari kedua rumus diatas diperoleh hubungan antara koefisien variasi (CV) dengan batas bawah keuntungan. Apabila CV ≤ 0,5 dan nilai L ≥ 0 produsen akan memperoleh keuntungan atau impas. Sebaliknya apabila CV > 0,5 dan L < 0 produsen mungkin bisa rugi.

 

Menurut Hernanto (1993), selain berusaha untuk mencapai keuntungan, pengusaha juga berusaha mencapai efisiensi secara maksimal. Efisiensi usaha dapat dihitung dengan menggunakan R/C ratio, yaitu perbandingan antara besarnya penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk berproduksi. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

 

R/C ratio = TCTR

Dimana:

 

TR             = Penerimaan total

 

TC             = Biaya total

 

Kriteria yang digunakan dalam penilaian R/C ratio adalah:

 

R/C  > 1 berarti usaha pembuatan tempe kedelai efisien.

 

R/C  ≤ 1 berarti usaha pembuatan tempe kedelai tidak efisien .

 


 

Berikut ini Skema Kerangka Berpikir untuk Pemecahan Masalah yang


 

digunakan:

 

Input

 

(masukan)


 

 

Proses Produksi

 

Pembuatan Tempe


 

 

Output

 

(tempe)


 

 

 

Biaya Tetap:

 

Biaya variabel:

 

 

 

· Penyusutan Peralatan

 

· Bahan baku

 

Penerimaan

· Bunga modal investasi

 

· Bahan Penolong

 

 

 

 

 

· Sewa Tempat Produksi

 

· Produksi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

· Pengemasan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

· Tenaga Kerja

 

 

 

 

 

 

 

 

 

· Pemasaran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Biaya Total

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Analisis Usaha :

 

·    Keuntungan

 

·    Profitabilitas

 

·    Resiko:

Ø Resiko Masukan

 

Ø Resiko Keluaran

Ø Resiko Pasar

 

·    Efisiensi

 

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir untuk Pemecahan Masalah


D. Hipotesis

 

Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

 

1.     Usaha pembuatan tempe kedelai menguntungkan.

 

2.     Usaha pembuatan tempe kedelai mempunyai resiko besar.

 

3.     Usaha pembuatan tempe kedelai efisien untuk diusahakan.

 

E.             Pemanfaatan Limbah dan kandungan Nutrisinya

 

 

 


 

BAB III

PELAKSANAAN INTERVIEW

 

1.     TEMPAT INTERVIEW

Lokasi tempat interview yang kami pilih adalah home industri produk tempe di bojong danas

2.     Sejarah Berdiri      : sudah 30 tahun berdiri atau sekitar tahun 1990 an

3.     Latar belakang Usaha       : Sebagai pendapatan pokok sehari-hari

4.     Bahan Bahan yang digunakan dalam membuat tempe :

a.     Kedelai

b.     Ragi

c.     Pewarna makanan (Orange) kedelai direndam 2 s.d 3 hari

5.     Harga Jual Tempe:            Ukuran kecil 2500

Ukuran besar 3000

6.     Cara Pembuatan Tempe :

1.     Pertama kali kedelai di rebus,

2.     Kemudian diangkat

3.     Setelah itu besoknya di cuci dan di rendam selama satu malam denan memakai air bibit.

4.     Setelah itu disiram dengan air panas dan ditiriskan selama satu jam

5.     Sesudah dingin pakaikan ragi.

7.     Dipasarkan di 4 pasar yaitu :

a.     Panumbanban

b.     Cikole

c.     Panjalu

d.     Warudoyong

8.     Kapasitas Produksi tempe : 900 biji per hari

9.     Bahan baku kedelai : 100 kg/hari

10.  Keuntungan : 1.500.000. /hari

11.  Pembelian kedelai : 1.500.000. /hari

12.  Bahan bahan lainhya : 1.000.000. /hari

13.  Gaji karyawan                : 200/hari


 

BAB IV

KESIMPULAN

 

 

Berdasarkan data interview pada responden pengusaha home industry produk tempe di bojong danas, dengan lama usaha sedah sangat lama yaitu berkisar 30 tahun, dan kapasitas produksi mencapai 900 biji per hari dengan pembelian biaya bahan kedelai sekitar 1.500.000, / hari dan bahan lainya 1.000.000./hari dan karyawan 200.000/hari dengan jumlah karyawan 2 orang. Bila di jumlahkan biaya variable sekitar 1.500.000 (kedelai) + 1.000.000. (bahan lain) + 200.000 = 2.700.000. perhitungan harga hpp 3000 x 900 biji = 2.700.000. keuntungan yang di peroleh sekitar 1.500.000/hari, jadi dari perhitungan di atas seharusnya pengusaha tempe ini menjual tempenya perbiji adal minimal Rp. 4.667 atau seharga eceran tertinggi Rp.5.000

Hasil limbah tempe bisa dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak, ungags , domba dan sapi. Karena masih mengandung protein sekitar 12 %  dan serat kasar 44 % berdasarkan dari jurnal eka handayanto ; potensi limbah industry kedelai.(oktober 2003).

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Citra Restu Wardani.  Analisis Usaha Pembuatan Tempe Kedelai Di Kabupaten Purwerojo. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2008

Eka handayanto, Potensi Limbah Industri Pengolahan Kedelai Sebagai Bahan Suplementasi dalam Ransum Ternak Domba. CarakaTani Vol XVII no 2 Oktober 2003


 

LAMPIRAN

 

1.Photo photo kegiatan interview : silakan isi

2.Vidio Interview (link Vidio) : silakan isi

3. Photo/video (link video) presentasi makalah /laporan hasil interview di dipan kelas ; https://youtu.be/486hbGR5IGM

 

p

 

 

Komentar

Postingan Populer