bahan ajar culling ayam petelur kelas xii
1.1. Latar Belakang
Perkembangan jumlah penduduk yang selalu
meningkat dari tahun ke tahu terus diimbangi dengan kesadaran akan arti penting
peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal ini berimplikasi pada pola konsumsi
makanan yang juga akan terus meningkat. Disamping tujuan utama penggunaan
makanan sebagai pemberi zak gizi bagi tubuh yang berguna untuk mempertahankan
hidup, manusia juga menggunakannya untuk nilai-nilai sosial, karena penggunaan
makanan telah melembaga sebagai alat untuk berhubungan dengan orang lain. Oleh
karena itu makanan dalam lingkungan masyarakat menyangkut gizi dan aspek
sosial. Secara ekonomi, pengembangan pengusahaan ternak ayam petelur di
Indonesia memiliki prospek bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu
bertambah (Cahyono, B. 1994). Hal tersebut dapat berlangsung bila kondisi
perekonomian berjalan normal. Lain halnya bila secara makro terjadi
perubahan-perubahan secara ekonomi yang membuat berubahnya pasar yang pada
gilirannya akan mempengaruhi permodalan, produksi dan pemasaran hasil ternak.
Dalam
skala local, konsumsi protein hewani dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,
setelah pada tahun 1998 mengalami penurunan yang tajam akibat dari krisis
moneter. Besarnya peluang pasar ayam petelur ini merupakan kesempatan yang
sangat potensial untuk mengembangkan peternakan ayam petelur. Bagi seorang
peternak kesalahan pemeliharaan ayam akan menghasilkan pertumbuhan ayam yang
buruk sehingga mengakibatkan hasil produksi menurun. Pemeliharaan ayam petelur
membutuhkan penanganan khusus dan sangat penting untuk diperhatian. Karena
dengan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan pertumbuhan ayam yang baik,
kondisi ayam yang sehat, tingkat mortalitas yang rendah dan pada akhirnya akan
menghasilkan ayam petelur dengan produksi telur yang tinggi. Bagaimana cara
mengoptimalkan produksi ayam petelur. Pertanyaan ini sering kita jumpai
dilapangan. Pelaku bisnis peternakan ayam petelur sering dihadapkan pada
situasi dimana ayam petelurnya tidak mampu berproduksi secara optimal. Kunci
utama untuk mencapai produksi yang optimal yaitu manajemen pemeliharaan yang
baik pada persiapan peralatan dan perkandangan, starting manajemen, growing
manajemen, laying manajemen, seleksi, culling, program force molting,
tatalaksana pemanenan telur, penangan limbah dan biosekuruti serta didukung
dengan baiknya sistem recording di Farm.
1.2. Tujuan
1.
Mengetahui cara Seleksi,
Culling dan Program Force Molting
2. Mengetahui Tatalaksana Pemanenan Telur Konsumsi
3.
Mengetahui cara pengumpulan limbah dalam manajemen layer
4. Mengetahui biosekuriti pada
manajemen layer
3.1.
Menerapkan pengetahuan
tentang teknik seleksi dan culling unggas
petelur
A.
Seleksi
Cara menyeleksi ayam petelur dapat dilakukan oleh
peternak ayam petelur sebagai berikut:
1. Memilih
ayam yang bermutu tinggi dari suatu kelompok dalam sehari-hari. Seleksi dimulai
dari saat masih kutuk dengan memperhatikan tingkah laku, nafsu makan, keadaan
tubuh dan Iain-lain.
2. Tingkah
laku ayam yang sehat ditandai dengan kelincahan bergerak dan mencari makan.
3. Nafsu
makan baik, aktif mencari makan dan tembolok selalu penuh berisi.
4. Kaki-kaki
dan paruh cukup kuat
5. Pancaran
mata cerah serta mempunyai bentuk yang baik
6. Keadaan
tubuh padat, yang menandakan bahwa ayam matnpu beproduksi secara baik.
B.
Culling
Pelaksanaan culling didasarkan atas tanda-tanda
kelainan atau cacat yang diderita ayam. Culling ini dilakukan terus menerus
sejak ayam diterima dari Farm atau Poultry Shop sampai tidak berproduksi lagi.
Ayam yang harus di culling sewaktu DOC baru tiba dari Farm atau Poultry Shop :
1. Anak
ayam yang dalam keadaan lemah.
2. Bentuk
fisik abnormal, seperti: paruh silang, mata cuma satu, kaki semper dan
Iain-lain.
3. Badan
telalu kecil dengan kaki yang kering.
4. Selama
masa pertumbuhan:
a. Ayam
tumbuh kerdil.
b. Kaki
bengkok, aayap menggantung lemah.
c. Tulang
punggung bengkok dll.
5. Sesudah
masa dewasa (masa produksi):
Ayam-ayam
yang sudah waktunya produksi tetap tidak lagi produktif akibat pernah sakit
atau memang umurnya tua segera diafkir / culling.
Tabel
3. Patokan pelaksanaan culling untuk petelur
Bagian |
Tanda-tanda |
|
Petelur yang Baik |
Petelur yang Jelek |
|
Kepala dan Muka |
Halus, lebar, bersih |
Kasar, kecil, pucat |
Jengger dan Pial |
Lebar, berminyak, mengkilap, merah |
Kecil, keriput pucat |
Mata |
Cerah bersinar, bulat |
Sayu, malas |
Tulang supit (pubis) |
Jaraknya berjauhan lebih besar dari 2 jari tangan |
Sempit, kurang dari 2 jari tangan |
Perut |
Halus, penuh, elastis |
Keras berlemak |
Kulit |
Tipis, halus, longgar |
Tebal dan kasar |
Kloaka |
Oval dan selalu basah |
Sempit dan kering |
Badan |
Lebar dan dalam |
Sempit |
Kaki |
Rata, pipih |
Bulat, besar |
C.
Force Molting
Force molting adalah untuk mendapatkan masa peneluran
kedua yang serasi. Selama masa meranggas (moulting) berat badan layer akan
berkurang sekitar 400-600 gram yaitu dengan cara mengatur makanannya. Banyak
metode yang dilakukan dalam memberikan pakan kepada ayam yang sedang moulting,
umumnya yaitu selama 6 minggu diberikan makanan dengan kadar protein rendah
tetapi ditambah trace mineral dan vitamin, sesudah 6 minggu diberikan makanan
yang normal dan unggas akan berproduksi secara normal selama 4 minggu
berikutnya.
Ayam petelur mulai berproduksi sekitar umur 22-24
minggu dan produksinya akan terus meningkat serta mencapai puncaknya pada umur
34-36 minggu. Setelah itu, produksinya akan terus menurun sesuai dengan
bertambahnya umur dan pada umur sekitar 18 bulan (72 minggu) secara alami ayam
akan mengalami proses ganti bulu yang lazim disebut moulting (Kartasudjana,
2006). Akibatnya, setalah terjadi proses alamiah tersebut maka produksi akan
turun dan terhenti sehingga peternak tidak akan mendapatkan telur (keuntungan),
tetapi setelah terjadi proses tersebut maka ayam akan kembali berproduksi lagi
(tidak maksiamal). Untuk menjaga kesinambungan ayam, maka harus diganti dengan
ayam dara (pullet), akan tetapi harga ayam dara dari hari ke hari semakin
meningkat sehingga proses gugur bulu tersebut dapat dipersingkat selama sekitar
2 bulan, dengan menerapkan proses gugur bulu paksa (force moulting), maka
setelah itu, produksi akan meningkat dengan presentase tinggi. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Mulyono (2004) bahwa secara normal rontok bulu terjadi
setelah ayam berumur lebih dari 80 minggu. Pada umur ini merupakan saat yang
tepat bagi ayam untuk diapkir. Proses perontokan bulu biasanya terjadi selama
2-4 minggu.
Menurut Kartasudjana (2006) bahwa hal-hal yang menjadi
pertimbangan perlu tidaknya dilakukan force moulting untuk menjaga performa
pada siklus produksi tahun kedua yaitu :
a. Biaya
produksi, biaya pada pelaksanaan force moulting lebih murah dari pada biaya
untuk membesarkan doc, sehingga pelaksanaan force moulting lebih baik.
b. Angka
kematian, angka kematinan pada siklus pada produksi kedua lebih rendah dari
pada siklus produksi tahun pertama.
c. Konsumsi
ransum, konsumsi ransum pada siklus produksi tahun pertama lebih tinggi dari
pada tahun kedua.
d. Masa
berproduksi, masa produksi pada tahun pertama lebih lama dibandingkan
dengansiklus produksi kedua.
e. Produksi
telur, puncak produksi tahun kedua 7-10 % lebih rendah dari tahun pertama dan
terus menurun secara perlahan setelah mencapai puncak produksi.
f. Kualitas
kulit telur, kualitas telur pada siklus kedua lebih rendah jika dibandingkan
dengan tahun pertama.
g. Berat
telur, berat telur pada tahun kedua lebih tinggi dari pada tahun pertama.
Ada dua cara force moulting, yaitu cara konvensional
dan nonkonvensional. Cara konvensional dilakukan dengan menggunakan perlakuan
sederhana melalui pambatasan ransom, air
minum, dan cahaya. Cara nonkonvensional dengan menggunakan obat-obatan yang
disuntikkan. Metode force moulting yang sederhana melalui pembatasan pemberian,
yaitu :
1. pembatasan
pemberian ransom, ayam puasa dalam waktu tertentu dan makan sedikit untuk 1
hari lalu puasa lagi.
2. pembatasan
pemberian air minum, cara ini sulit diterapkan di Indonesia karena iklim tropis
yang panas.
3. pembatasan
pemberian cahaya, cahaya mempengaruhi produksi telur bila cahaya dibatasi akan
menghentikan produksi telur.
Tujuan force moulting adalah agar ayam berhenti
bertelur dan memberi waktu istirahat bertelur agar siap bertelur lagi. Bila
selama 2 bulan force moulting benar-benar terjadi dan ayam berhenti bertelur
maka dapat diduga di tahun kedua ayam akan bertelur banyak dan besar-besar. Ada
dua program yang baik melakukan force moulting, yaitu two-cycle molting dan
three-cycle molting program.
1. two-cycle
molting program meliputi satu kali rontok bulu dengan dua siklus produksi telur
2. three-cycle
molting program meliputi 2 kali rontok bulu dan 3 siklus produksi telur.
D. Keuntungan dan
Kerugian Force Moulting
Keuntungan dari program force moulting adalah biaya
pemeliharaan lebih murah dari pada membeli ayam pengganti (DOC, pullet), ayam
setelah mengalami force moulting lebih resisten terhadap penyakit, dan biaya
pembelian pullet dapat dialihkan dengan menabung uang serta tidak menyita waktu
yang banyak. Sedangkan kerugian dari program force moulting adalah selama
proses moulting terjadi ayam terus makan dan tidak berproduksi, bila ayam
disembelih setelah dua tahun bertelur tidak empuk (Ellis M.R., 2007).
KD. 3.4. Menerapkan pengetahuan tentang pemanenan dan penanganan hasil dalam
agribisnis unggas petelur
Pada
saat pemanenan sebaiknya sekaligus dilakukan sortasi telur. Artinya, saat panen
hanya telur yang kualitasnya baik dan bersih serta tidak pecah atau retak yang
diambil terlebih dahulu. Sementara itu, teluryang tampilan fisiknya tidak
normal, seperti kulitnya terlalu tipis, telur yang retak, atau terlalu kotor,
dibiarkan dalam kandang. Telur-telur ini diambil belakangan, kemudian
dimasukkan ke dalam wadah tersendiri.
Proses
sortasi yang dilakukan bersamaan dengan pengambilan telur seperti ini dapat
menghemat waktu dibandingkan dengan mengambil semua telur yang ada tanpa melihat kondisinya, lalu melakukan
sortasi setelah semua telur selesai dipanen. Dapat dibayangkan jika dalam satu
hari memanen telur sebanyak egg tray tanpa sortasi. Pekerjaan menjadi tidak
efisien, karena setelah semua telur dipanen harus dilakukan sortasi ulang
dengan mengeluarkan kembali telur dari egg ray. Teknik ini tentu lebih memakan
waktu serta beresiko menyebabkan telur pecah.
Setelah pengambilan telur, sebaiknya tidak ada proses
pencucian telur hasil panen. Telur yang sedikit kotor cukup dilap menggunakan
lap yang bersih dan kering. Pasalnya, pencucian telur dapat menyebabkan
penurunan kualitas telur yang menyebabkan telur menjadi ;ebih cepat busuk.
Telur yang kotor sekali memang mau tidak mau harus dicuci
agar tampilannya terlihat lebih baik. Pencucian dilakukan dengan cara
menyelupkan telur sebentar ke dalam air bersih, kemudian mengelapnya hingga
benar-benar bersih dan kering. Telur yang dicuci ini harus dipisahkan dari
telur yang tidak dicuci. Telur yang dicucu ini sebaiknya dijual di sekitar
peternakan saja atau dijual langsung ke konsumen yang akan segera
mengkonsumsinya dalam waktu dekat. Telur yang dicuci ini biasanya memiliki daya
simpan yang tidak terlalu lama. Waktu maksimum sekitar satu minggu.
Penyimpanan telur konsumsi yang utuh dan segar biasanya
dilakukan pada suhu rendah dengan kelembaban tinggi. Telur konsumsi yang
disimpan atau dipasarkan biasanya dikemas, baik secara kemasan eceran dengan
nampan telur (egg tray), maupun secara kemasan partai dengan kotak kayu atau
keranjang. Transportasi telur konsumsi diperlukan selama melewati jalur
pemasaran dimulai dari peternak ke pedagang, dari daerah produsen ke daerah
konsumen, dan dari grosir ke para pengecer. Selama penanganan pascapanen, telur
dapat mengalami penurunan mutu atau kerusakan produk. Karenanya diperlukan
pengelolaan pelaksanaan penanganan pascapanen yang tepat.
KD.
3.6. Menerapkan pengetahuan tentang penanganan limbah dalam agribisnis unggas
petelur
Limbah yang dihasilkan dari
usaha peternakan ayam terutama berupa kotoran ayam dan bau yang kurang sedap
serta. air buangan. Air buangan berasal dari cucian tempat pakan dan minum ayam
serta keperluan domestik lainnya. Jumlah air buangan ini sedikit dan biasanya
terserap ke dalam tanah serta tidak berpengaruh besar terhadap lingkungan
sekitar.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan
telur, daging, susu dan kulit, semula petani memelihara ternak hanya beberapa
ekor. Ternak peliharaannya bebas mencari makanan sendiri di kebun-kebun atau di
ladang dan jumlah limbah yang dihasilkan masih sangat sedikit dan belum
menimbulkan masalah bagi lingkungan. Lingkungan hidup
masih mampu mengabsorpsi banyaknya limbah yang dihasilkan, sehingga tidak
menimbulkan pencemaran. Tetapi setelah waktu berlalu, tidak hanya
menambah jumlah ternaknya, petani juga meningkatkan sistem pemeliharaannya
dengan membangun kandang dan gudang dengan maksud untuk menjaga petani dan
hewan peliharaannya dari gangguan cuaca yang buruk. Pada waktu yang
sama, dikarenakan jumlah ternak bertambah dan dikandangkan, petani dihadapkan
pada masalah penanganan limbah ternak yang bertambah banyak dan menumpuk di
lantai kandang. Sejak kondisi ini terjadi, petani mulai memikirkan
bagaimana cara menangani limbah peternakan agar usahanya tidak
merugi. Bila diamati, pada waktu yang lalu sebagian besar
petani menggunakan sistem penanganan limbah dengan parit (gutter) dan
kemiringan lantai kandang (sloping floors).
Arah kemiringan dibuat agar pada saat
dibersihkan dengan air, dengan mudah limbah mengalir menuju ke
parit. Limbah ternak
berbentuk cair tersebut dikumpulkan diujung parit untuk kemudian
dibuang. Pada kandang sistem feedlots terbuka,
sebagian besar limbah ternak menumpuk di lokasi yang terbuka di depan
kandang. Agar pengumpulan limbahnya lebih mudah, lantai pada lokasi
ini biasanya ditutup dengan bahan yang keras dan rata dengan
kemiringan tertentu untuk mengalirkan limbah cairnya. Untuk
membersihkan lantai digunakan pipa semprot yang kuat agar limbah cair dapat
didorong dan mengalir ke tempat penampungan.
Berdasarkan sistem tersebut, ada tiga
cara mendasar pengumpulan limbah, yang disebut :
·
Scraping
Scraping diduga merupakan cara
pengumpulan limbah yang paling tua dilakukan oleh para petani-peternak. Scraping dapat dilakukan dengan cara manual
ataupun mekanik. Pada
dasarnya, kedua cara tersebut menggunakan alat yang terdiri atas plat logam
yang fungsinya untuk mendorong atau menarik limbah sepanjang lantai dengan
maksud agar limbah terlepas dari lantai dan dapat dikumpulkan
·
Free-fall
Pengumpulan limbah
peternakan dengan system free-fall ini dilakukan dengan membiarkan limbah
melewati penyaring atau penyekat lantai dan masuk ke dalam lubang
penampung. Teknik ini telah
digunakan secara ekstensif dimasa lampau untuk peternakan hewan tipe kecil,
seperti ayam, kalkun, kelinci dan ternak jenis lain. Baru-baru ini
juga digunakan untuk ternak besar, seperti babi dan sapi. Pada dasarnya ada dua
sistem free-fall,
yaitu sistem kandang yang
lantainya menggunakan (1) penyaring lantai (screened floor) dan (2) penyekat
lantai (slotled floor).
·
Flushing
Yaitu pengumpulan limbah
menggunakan air untuk mengangkut limbah tersebut dalam bentuk cair. Sistem flushing telah digunakan sejak tahun 1960-an dan
menjadi cara yang makin populer
digunakan oleh peternak untuk pengumpulan limbah ternak. Hal ini dikarenakan lebih murah biayanya,
bebas dari pemindahan bagian, sama sekali tidak atau sedikit sekali membutuhkan perarawatan dan mudah dipasang
pada bangunan baru atau bangunan lama.
Disebabkan frekuensi flushing, limbah ternak yang dihasilkan lebih cepat
dibersihkan, mengurangi bau dan meningkatkan kebersihan kandang. Hal ini menjadikan sirkulasi udara dalam
kandang lebih baik, yang menghasilkan
sistem efisiensi penggunaan energi. Dua hal penting yang harus diperhatikan
dalam mendesain parit flushing adalah : (1). Lokasi parit berada di dalam fasilitas
peternakan dan (2). Desain parit harus
rata dan menggunakan jenis perlengkapan
yang memadai.
KD. 3.2. Menerapkan pengetahuan tentang
penanganan kesehatan dalam agribisnis
unggas petelur
Menurut Jeffrey (1997), penerapan biosekuriti pada
peternakan petelur dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu (1) isolasi, (2)
pengendalian lalu lintas, dan (3) sanitasi.
·
Isolasi
Isolasi mengandung pengertian penempatan atau pemeliharaan
hewan di dalam lingkungan yang terkendali. Pengandangan atau pemagaran kandang
akan menjaga dan melindungi unggas serta menjaga masuknya hewan lain ke dalam
kandang. Isolasi ini diterapkan juga dengan memisahkan ayam berdasarkan
kelompok umur. Selanjutnya, penerapan manajemen all-in/all-out pada peternakan
besar mempraktekan depopulasi secara berkesinambungan, serta memberi kesempatan
pelaksanaan pembersihan dan disinfeksi seluruh kandang dan peralatan untuk
memutus siklus penyakit (Jeffrey 1997).
·
Pengendalian
lalu lintas
Pengendalian lalu lintas ini diterapkan terhadap lalu
lintas ke peternakan dan lalu lintas di dalam peternakan. Pengendalian lalu
lintas ini diterapkan pada manusia, peralatan, barang, dan bahan. Pengendalian
ini data berupa penyediaan fasilitas kolam dipping dan spraying pada pintu
masuk untuk kendaraan , penyemprotan desinfektan terhadap peralatan dan
kandang, sopir, penjual, dan petugas lainnya dengan mengganti pakaian ganti
dengan yang pakaian khusus. Pemerikasaan kesehatan hewan yang datang serta
adanya Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH).
(Jeffrey 1997).
·
Sanitasi
Sanitasi ini meliputi praktek disinfeksi bahan, manusia,
dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan, serta kebersihan pegawai di
peternakan (Jeffrey 1997). Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi secara
teratur terhadap bahan – bahan dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan.
Pengertian disinfeksi adalah upaya yang dilakukan untuk membebaskan media
pembawa dari mikroorganisme secara fisik atau kimia, antara lain seperti
pembersihan disinfektan, alkohol, NaOH, dan lain-lain (Anonymous, 2000).
Sanitasi peternakan meliputi kebersihan sampah, feses dan
air yang digunakan. Air yang digunakan untuk konsumsi dan kebutuhan lainnya
harus memenuhi persyaratan air bersih (Depkes, 2001). Jika digunakan air tanah
atau dari sumber lain, maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga
memenuhi persyaratan air bersih.
Salah satu perlakuan air yang umum dilakukan adalah
dengan menambahkan klorin 2 ppm. Untuk menjamin bahwa air tersebut memenuhi
syarat air bersih, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium secara
berkala, minimum 1 tahun sekali. Klorin berguna untuk mematikan mikroorganisme
yang terkandung dalam sumber air. Air merupakan media pembersih selama proses
sanitasi serta merupakan bahan baku pada proses pengolahan pangan (Depkes, 2001). Air juga
dapat sebagai sumber pencemar. Jika air tercemar, perlu dicari alternatif
sumber air lain atau air tersebut harus diolah dengan metode kimia atau metode
lainnya. Sumber pencemar lain adalah udara di sekitarnya (Marriott, 1999).
Pangan dapat tercemar oleh mikroorganisme pada udara
selama proses, pengemasan, penyimpanan dan penyiapan. Cara yang efektif untuk
mengurangi pencemaran mikroorganisme dari udara antara lain praktek higiene,
penyaringan udara yang masuk ke ruang proses, dan penerapan metode pengemasan
yang baik (Marriott, 1999).
o
Higiene
Penanganan Telur
Menurut PCFS (1999), sebaiknya saat pengumpulan telur di
kandang, telur yang utuh dan baik dikumpulkan dengan menggunakan baki telur
plastik (egg tray) yang dipisahkan dengan telur yang retak/kotor. Hal ini
dilakukan untuk mencegah telur yang baik terkontaminasi agen patogen yang
mungkin terdapat pada telur kotor/retak. Perlakuan yang dapat diterapkan
terhadap telur yang kotor adalah dengan cara dilap, tanpa dicuci terlebih
dahulu. Pada gudang penyimpanan telur, telur disimpan pada egg tray terbuat
dari plastik yang telah dibersihkan dan didisinfeksi, atau jika tidak ada,
telur dapat diletakkan di dalam peti kayu baru dengan sekam yang telah
didisinfeksi, terpisah dengan telur yang retak/rusak. Telur yang retak harus
segera digunakan. Baki telur diletakkan di atas palet plastik setinggi minimum
15 cm dari permukaan lantai dan berjarak minimum 15 cm dari dinding. Menurut
McSwane et al.(2000) penyimpanan pangan pada area gudang kering pada permukaan
datar yang berjarak minimum 6 inch (15.24 cm) dari permukaan lantai dan
dinding. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembersihan lantai dan dinding,
mencegah seranganhama, serta memberikan sirkulasi udara yang baik terhadap
produk.
Intensitas pengambilan sampah dan limbah peternakan
(kotoran ayam) dilakukan pada periode tertentu secara teratur, karena dapat
mengundang lalat atau insekta lain serta tumpukan sampah dapat menjadi sumber
pencemaran di peternakan (Jeffrey, 1997).
KESIMPULAN
·
Cara menyeleksi ayam
petelur dapat dilakukan oleh peternak ayam petelur sebagai berikut:
-
Memilih ayam yang bermutu
tinggi dari suatu kelompok dalam sehari-hari. Seleksi dimulai dari saat masih
kutuk dengan memperhatikan tingkah laku, nafsu makan, keadaan tubuh dan
Iain-lain.
-
Tingkah laku ayam yang
sehat ditandai dengan kelincahan bergerak dan mencari makan.
-
Nafsu makan baik, aktif
mencari makan dan tembolok selalu penuh berisi.
-
Kaki-kaki dan paruh cukup
kuat
-
Pancaran mata cerah serta
mempunyai bentuk yang baik
-
Keadaan tubuh padat, yang
menandakan bahwa ayam matnpu beproduksi secara baik.
·
Cara mendasar pengumpulan limbah, yaitu:
-
Scraping
-
Free-fall
-
Flushing
·
Biosekuriti
pada manajemen layer meliputi:
-
Isolasi
-
Pengendalian lalu lintas
-
Sanitasi
DAFTAR
PUSTAKA
Rinaldo, Dkk. 2014. Makalah
Manajemen Ternak Unggas (manajamen Layer), Fakultas Peternakan. Universitas
Padjadjaran.
[Depkes]
Departemen Kesehatan RepublikIndonesia. 2001. Kumpulan Modul Kursus Penyehatan
Makanan bagi Pengusaha Makanan dan Minuman.Jakarta: Yayasan Pesan.
Ellis M.R. 2007. Moulting - A
Natural Process. Poultry Branch, Agriculture Western Australia.
PoultrySite.com (Diakses pada Tanggal 28 Oktober 2014 Pukul 14.43 WIB).
Jeffrey JS.
1997. Biosecurity for poultry flocks. Poultry fact sheet 1(26). [terhubung berkala]. http://www.vmtrc.ucdavis.edu.html
[5 Juni 2011].
Kartasudjana, R dan Suprijatna E.
2006. Manajmen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Marriott NG.
1999. Principles of Food Sanitation. 4th Ed.Gaithersburg,Maryland: Aspen.
McSwane D, Rue
N, Linton R. 2000. Essentials of Food Safety and Sanitation. 2nd Ed. UpperSaddleRiver: Prantice Hall.
Mulyono S. 2004. Memelihara Ayam
Buras Berorientasi Agribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar